STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIKDALAM ORGANISASI
Disusun Oleh :
- Fitria Nungki Anjani (21144400170)
- Rani Samudra Pangestu (21144400018)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2022/2023
Tidak dapat dipungkiri bahwa seiring berkembangnya kebutuhan, cepatnya
mobilitas kehidupan, banyak kita jumpai orang-orang disekitar kita yang tidak
sanggup bertahan menghadapi kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam
kehidupannya, bahkan tak luput mereka yang berhasil pun terkadang hanyut, takut
kegagalan akan menimpanya. Orang-orang yang gagal, tertimpa masalah,persoalan
yang rumit dan musibah, tidak mampu menghadapi dan menerima dengan sabar
dan tawakal lantas keluh kesah dan memakai obat penenang bahkan jenis
narkotikapun menjadi semacam obat. penawar kegelisahannya, walaupun itu tak
membuatnya mengubah keadaan menjadi lebih baik.Namun sebaliknya, membuat
dia semakin tenggelam dalam kegagalan.Lalu timbulah penyakit dan masalah baru
dalam dirinya, “stres”.Stres kerap melanda dalam kehidupan, terlebih di saat seperti
ini, dimana kesibukan baik pada pekerjaan maupun keluarga, seolah tak ada
putusnya.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul,
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik
juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau
kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik adalah
suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap
dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Menurut
James A.F. Stoner dan Charles Wankel dalam Wirawan (2010: 22) dikenal ada lima
jenis konflik yaitu:
a). Konflik Intrapersonal. Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang
dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang
memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. b). Konflik
Interpersonal. Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan
orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi
antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.Konflik
interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses
pencapaian tujuan organisasi tersebut. c). Konflik antar individu-individu dan
kelompok-kelompok.Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu
menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada
mereka oleh kelompok kerja mereka. d). Konflik antara kelompok dalam organisasi
yang sama. Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam
organisasi-organisasi.Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen
merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok. e). Konflik antara
organisasi. Contohnya seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan
negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya
disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah
menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan
servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
Menurut Stevenin dalam Handoko (2001: 48), terdapat lima langkah penyelesaian
dalam konflik. lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan: a).
Pengenalan. Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang teridentifikasi dan bagaimana
keadaan yang seharusnya.Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam
mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal
sebenarnya tidak ada). b). Diagnosis.Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar
dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan
sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele. c).
Menyepakati suatu solusi.Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang
memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.Saringlah penyelesaian yang
tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara
yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik. d). Pelaksanaan.Ingatlah bahwa akan selalu
ada keuntungan dan kerugian. Namun hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu
mempengaruhi pilihan dan arah pada kelompok tertentu. e). Evaluasi. Penyelesaian itu
sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru.Jika penyelesaiannya tampak
tidak berhasil, embalilah ke langkah -langkah sebelumnya dan coba lagi.
Stevenin (1994), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar
pribadi dalam organisasi misalnya adanya: 1). Pemecahan masalah secara
sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak
mendapatkan perhatian utama. 2). Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia
saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah
yang sebenarnya. Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan
kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas. 3). Tidak sepakat.
Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap
menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan
aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya
perpecahan dalam kelompok. 4). Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang
disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan
gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan
berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5). Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orangorang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian
mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai
akal sehat. Orang-orang saling berselisih. 6). Keras kepala. Ini adalah mentalitas
“dengan caraku atau tidak sama sekali”. Satu-satunya kasih karunia yang
menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu
pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak
ada penyelesaian. 7).Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling
sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik
hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak
bisa diselesaikan.
Salah satu indikator kesuksesan organisasi tercermin pada kinerja yang
dihasilkan secara komprehensif, baik kinerja dari aspek finansial, aspek manusia,
aspek metode kerja dan lingkungan yang kondusif. Terkait dengan kinerja sumber
daya manusia (SDM) dipengaruhi oleh dua katagori faktor utama yaitu faktor
internal dan faktor eksternal SDM (Kaushal dan Kwantes, 2006). Faktor internal
SDM merupakan suatu keadaan atau kondisi yang ada dalam diri individu dan dapat
mempengaruhi secara langsung pada kinerja. Faktor internal tersebut bisa meliputi
pengetahuan, semangat, sikap, kepuasan, kedisiplinan, stress, komitmen, dan masih
banyak lainnya. Hal-hal tersebut tentu saling terkait dan memberikan dampak
secara langsung yang signifikan bagi kemajuan organisasi atau lembaga. Begitu
pula dengan faktor eksternal di mana suatu kondisi atau keadaan disekitar kita yang
secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh pada kinerja. Faktor eksternal
tersebut meliputi lingkungan kerja, kebijakan pemerintah atau lembaga, adanya
persaingan, sistem manajemen lembaga, budaya dan peran pemimpin, serta faktor
lainnya.
Aktivitas organisasi dapat efektif apabila individu dan kelompok kerja
lainnya ada saling ketergantungan yang dapat menciptakan hubungan kerja saling
mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi, berupaya untuk
tidak menciptakan perbedaan yang akhirnya akan menjadi sebuah konflik. Untuk
menciptakan suasana kerja menjadi lebih kondusif diperlukan suatu strategi dalam
mengelola konflik. Kaushal dan Kwantes, 2006 mendefenisikan bahwa strategi
merupakan rencana kerja suatu organisasi yang bertujuan untuk menciptakan
keunggulan bersaing. Strategi dapat dipandang sebagai suatu alat yang dapat
menentukan langkah organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi sebagai serangkaian aktivitas
yang mempertimbangkan aspek tujuan strategis organisasi dengan menggunakan
metode yang tepat sasaran dan tepat guna khususnya dalam pengelolaan sumber
daya manusia sebagai elemen utama yang memiliki peran penting bagi
keberlangsungan kinerja organisasi.
Strategi pada manajemen konflik diperlukan bagi individu dan kelompok
sebagai upaya untuk suatu proses perbaikan hubungan personal yang berkaitan
dengan penyelesaian pekerjaan. Menurut (Kwantes et al, 2008) dibutuhkan lima
strategi mengelola konflik yaitu dengan mewajibkan, mengintegrasikan,
menghindari, mendominasi dan mengorbankan serta memberikan dampak pada
kinerja personal dan kinerja kelompok. Pengaruh strategi manajemen konflik
terhadap kinerja tim, karena disadari atau tidak bahwa konflik dapat menjadi
masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan
tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Kerjasama (teamwork) merupakan sebuah
sistem pekerjaan yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih untuk mendapatkan
tujuan yang direncanakan bersama. Kerjasama dalam tim menjadi sebuah
kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja. Kerja sama
dalam tim kerja akan menjadi suatu daya dorong yang memiliki energi dan
sinergisitas bagi individu-individu yang tergabung dalam kerja tim. Komunikasi
akan berjalan baik dengan dilandasi kesadaran tanggung jawab tiap anggota.
Diperlukan sebuah strategi dalam mengelola konflik agar tidak
menimbulkan kerugian bagi semua pihak seperti kerugian psikis pribadi itu sendiri,
kerugian nilai hubungan dengan rekan sekelompok serta kerugian bagi lembaga
organisasi secara keseluruhan. Pengelolaan konflik dengan efektif akan
menghasilkan hubungan yang positif dan kondusif dimana pengelolaan tersebut
mampu menciptakan keharmonisan dalam bekerja. Adanya saling membutuhkan
antara rekan kelompok kerja dengan kata lain rasa ketergantungan sangat dirasakan
bagi sekelompok kerja sebagai satu kesatuan tim dalam bekerja, dan secara
keseluruhan tentunya akan meningkatkan kinerja tim. Untuk menciptakan dan
meningkatkan kinerja baik individu maupun tim, diperlukan strategi dalam
mengelola konflik agar tidak menimbulkan kerugian bagi semua pihak seperti
kerugian psikis pribadi itu sendiri, kerugian nilai hubungan dengan rekan
sekelompok serta kerugian bagi lembaga organisasi secara keseluruhan.
Tetapi, tidak jarang pula pada sebuah organisasi, di dalamnya termasuk
mengelola kerjasama tim untuk menyelesaikan pekerjaan. Tim yang solid akan
berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi yang diembankan kepada mereka.
Mereka memiliki komitmen yang kuat dalam mengimpiementasikan putusanputusan penting yang telah dirumuskan dan disepakati untuk dilaksanakan secara
bersama-sama. Tetapi ada juga sebagian anggota dalam tim atau kelompok yang
tidak bisa menyesuaikan dengan lingkungannya untuk bekerja bersama-sama.
Orang-orang yang termasuk kategori ini akan menjadi penghambat kemajuan bagi
sebuah organisasi
DAFTAR PUSTAKA
Fahmy, S. D. (2016). Manajemen Konflik dalam Organisasi. Jurnal Unimed,
27(01), 1–14. https://doi.org/https://doi.org/10.24114/bhs.v27i1.5657.
Herdiansyah, J. (2014). Manajemen Konflik dalam sebuah Organisasi. Jurnal Stie
Semarang, 6(01), 28–41. https://doi.org/10.33747/stiesmg.v6i1.106.
Muspawi, M. (2014). Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik dalam
Organisasi). Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, 16(2), 41–
46.
Wartini, S. (2016). Strategi Manajemen Konflik sebagai Upaya Meningkatkan
Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. Jurnal Manajemen dan Organisasi,
6(1), 64. https://doi.org/10.29244/jmo.6.1.64-73